“Ada 3 sungai yang kami lewati untuk sampai di rumah duka, yaitu sungai mambi, sungai kalamete dan sungai mandar. Mati-matian kami untuk melalui jalan tersebut, kami harus berjuang keras,” tambahnya.
Ia menjelaskan, ada sekitar 60 orang warga yang menjemput mayat tersebut, bahkan sebagian warga tertinggal karena tidak bisa menyebrang sungai.
“Seandainya kita terlambat bahkan hanya 5 menit mungkin kita sudah tidak bisa menggotong mayat itu, karena air sungai mulai meluap. Kondisi jalan yang paling parah sepanjang lebih dari 7 kilometer kondisinya berlumpur. Hanya jenis kendaraan tertentu yang bisa lewati jalan tersebut, itupun kalau musim kemarau baru bisa lewat,” jelasnya.
Baharuddin menyebut jika musim hujan tiba masyarakat setempat sulit keluar masuk Desa lantaran akses jalan yang berlumpur dan tidak dapat dilalui oleh kendaraan.
“Kalau musim hujan, bukan hanya mayat, tapi bahan pokok seperti garam, gula kami pikul. Bahkan bantuan sembako seperti abon dan ayam habis dibuang ditengah jalan saking sulitnya di lalui jika musim hujan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Jumlah warga yang berada di tiga Desa yakni Desa Besoangin Utara 800 orang, Besoanging induk lebih dari 700, di Desa Ratte kurang lebih 1600 orang.
“Sepanjang pemerintah tidak memikirkan nasib warga, kami akan terus berada dalam kondisi jauh dari sejahtera, karena kalau akses jalan masih sangat buruk hasil pertanian kami seperti coklat tidak bisa kami jual,” tuturnya.