IDENTITAS.CO.ID, POLMAN – Jenazah seorang warga bernama Arju (45) warga Desa Bessoanging Utara, Kecamatan Tubbi Taramanu, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, terpaksa ditandu menuju rumah duka, oleh puluhan warga.
Pihak keluarga yang membawa jenazah dari rumah sakit Hajja Andi Depu Polewali, menggunakan ambulans. Namun, akibat buruknya infrastruktur jalan, ambulans hanya bisa sampai di wilayah Desa Piriang Tapiko dan harus dilanjutkan dengan ditandu sambil berjalan kaki ke Desa Besoangin utara.
Jenazah tersebut ditandu oleh warga sejauh 10 kilometer dengan kondisi diguyur hujqn. Bahkan warga harus berupaya menyeberangi sungai sebanyak tiga sungai yang berarus deras dengan berjalan kaki sambil menandu jenazah tersebut.
Akses jalan menuju wilayah ini memang sudah lama rusak parah. Apalagi saat musim hujan, jalan kian berbecek dan licin sehingga tidak bisa dilalui kendaraan.
Warga harus berganti berjalan menandu jenazah dengan keranda yang terbuat dari terpal dan kayu. Medan yang mendaki serta akses jalan begitu rusak harus dilalui warga dengan tabah.
Kepala Desa Besoanging Utara, Baharuddin Tamoe, mengatakan, Jenazah yang di tandu itu di bawah dari rumah sakit umum Polewali menuju Desa Besoangin Utara. Setelah diantar ambulance hanya sampai di Piriang Tapiko.
“Karena mobil hanya bisa sampai disitu. Kemudia saya kumpulkan masyarakat untun tandu mayat itu ke Besoanging Utara, perjalanan kurang lebih 10 kilo kami tandu dengan berjalan kaki,” kata Baharuddin Tamoe, Sabtu (25/11/2023).
Menurutnya, jenazah tersebut di tandu menggunakan sarung dan bambu, selama 3 jam ber jalan kaki dengan melewati jalan yang berlumpur dan licin serta melewati sungai yang berarus deras.
“Kami berangkat jam 15:00 wita dan sampai pada jam 17:30 wita lebih 2 jam. Saya kasih tau masyarakat mayat ini di larikan saja karena kalau hujan kita tidak bisa lewat karena sungai yang kami lewati akan meluap, kalau kita tidak bisa menyebrang sungai kita akan bermalam dengan mayat di pinggir sungai karena tidak ada jembatan,” ungkapnya.
“Ada 3 sungai yang kami lewati untuk sampai di rumah duka, yaitu sungai mambi, sungai kalamete dan sungai mandar. Mati-matian kami untuk melalui jalan tersebut, kami harus berjuang keras,” tambahnya.
Ia menjelaskan, ada sekitar 60 orang warga yang menjemput mayat tersebut, bahkan sebagian warga tertinggal karena tidak bisa menyebrang sungai.
“Seandainya kita terlambat bahkan hanya 5 menit mungkin kita sudah tidak bisa menggotong mayat itu, karena air sungai mulai meluap. Kondisi jalan yang paling parah sepanjang lebih dari 7 kilometer kondisinya berlumpur. Hanya jenis kendaraan tertentu yang bisa lewati jalan tersebut, itupun kalau musim kemarau baru bisa lewat,” jelasnya.
Baharuddin menyebut jika musim hujan tiba masyarakat setempat sulit keluar masuk Desa lantaran akses jalan yang berlumpur dan tidak dapat dilalui oleh kendaraan.
“Kalau musim hujan, bukan hanya mayat, tapi bahan pokok seperti garam, gula kami pikul. Bahkan bantuan sembako seperti abon dan ayam habis dibuang ditengah jalan saking sulitnya di lalui jika musim hujan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Jumlah warga yang berada di tiga Desa yakni Desa Besoangin Utara 800 orang, Besoanging induk lebih dari 700, di Desa Ratte kurang lebih 1600 orang.
“Sepanjang pemerintah tidak memikirkan nasib warga, kami akan terus berada dalam kondisi jauh dari sejahtera, karena kalau akses jalan masih sangat buruk hasil pertanian kami seperti coklat tidak bisa kami jual,” tuturnya.