“Kalau karya ilmiah dibuat untuk naik pangkat, pasti kita menggunakan kondisi dibuatkan. Tapi kalau karya ilmiah ditujukan untuk menyelesaikan masalah, maka pasti kita akan serius membuatnya. Karena karya ilmiah itu kan berangkat dari sebuah permasalahan. Masalah dari sebuah organisasi misalnya, karena banyaknya masalah, kita butuh identifikasi untuk menyelesaikannya,” ungkapnya.

Sementara Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas (PTIC), Bagus Dibyo Sumantri mengatakan dibutuhkan program-program terkait peningkatan kompetensi guru untuk mengatasi persoalan itu.

“Salah satu program yang dibutuhkan adalah menggelar berbagai macam pelatihan, entah apa itu namanya. Pelatihan dibutuhkan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam membuat karya ilmiah yang autentik, karena guru butuh ini untuk meningkatkan kompetensinya,” bebernya.

Saat ditanya mengenai latar belakang pendidikan para guru yang S1 bahkan S2, namun tidak bisa membuat karya ilmiah, Bagus enggan menjawab hal itu.

“Tidak tahu proses rekrutmen guru-guru itu, saya tidak komentar soal itu. Ini kita berbicara kedepannya, bukan kebelakang. Yang pastinya, guru-guru butuh pelatihan yang sifatnya peningkatan kompetensi,”ujarnya.

Bagus mengaku pihaknya akan mendukung program-program Disdukbud Maros yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. “Saya pikir Disdikbud akan membuka ruang untuk itu,”pungkasnya. (***)