Sementara itu, Pengamat politik lokal Fakhruddin menilai aksi menaiki Kuda Pattudu sebagai simbol kearifan yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin Polman. Sebagai kusir, calon bupati dan calon wakil bupati harus mampu memimpin atau mengendalikan kuda secara arif dan bijak.
“Maknanya pasangan calon bupati dan wakil bupati Bebas-Siti harus mampu memimpin warganya dengan kebijakan yang arif. Sehingga dapat membawa Polewali Mandar menjadi kabupaten yang maju,” ucap Fakhruddin.
Kedua, aksi menaiki kuda ini menyiratkan hubungan baik yang harus terjalin antara manusia dengan makhluk hidup dan lingkungannya. Bupati dan wakil bupati Polman, ungkap Fakhruddin, harus memiliki kepedulian pada lingkungan hidup.
Pengamat politik asal Tinambung ini juga menegaskan, bahwa Kuda Pattudu menyimbolkan aspek landasan keislaman dan spiritual yang harus dimiliki oleh pemimpin Polman. Figur bupati dan wakil bupati Polman harus menyandarkan kebijakan yang diambil dalam pemerintahannya selaras dengan nilai-nilai Keislaman.
“Kuda Pattudu ini jika berjalan harus diiiringi rebana (simbol agama). Hal ini memiliki filosofis bahwa seorang Bupati kebijakannya tidak boleh jauh dengan agama Islam. selain itu, syarat bagi orang yang menaiki Kuda Pattudu Menari ini hanya untuk orang-orang yang sudah khatam Al-Quran. Artinya, calon Bupati Polman ini sebelum memimpin ia harus mapan dari segi spiritual keagamaannya,” tutur dia.
Pada aspek yang lain, menurut Fakhruddin, pasangan Bebas-Siti ingin melestarikan kebudayaan daerah yang hampir punah. Tujuannya agar bisa dilestarikan dengan baik dan menjadi identitas Polman. Artinya, pasangan ini akan berkonsentrasi juga terhadap pelestarian budaya lokal agar menjadi destinasi wisata atau kekayaan budaya yang dimiliki Polman. (*)