Majene, Identitas.co.id – Petugas Panitia Pemutakhiran Data Pemilih atau Pantarli harus berjuang demi validasi data pemlih jelang Pilkada 2024 di berbagai daerah.  Seperti di Majene, Sulawesi Barat misalnya, Pantarlih harus melewati jalan berlumpur di tengah hutan demi melakukan pencocokan dan penilitian atau coklit data pemilih di pedalaman perkampungan warga di Pegunungan Ulumanda Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Mereka harus berjuang melewati jalan berlumpur yang bisa dilewati satu motor menuju Pullao Desa Popenga Kecamatan Ulumanda, Majene.

Para Pantarlih dan Panitia Pemungutan Suara atau PPS Desa Popenga ini harus ekstra hati-hati saat melintas di wilayah ini lantaran akses jalan yang dilalui sangat terjal dan licin ditambah lagi sisi kanan dan kiri jalan sebagian jurang.

Untuk bisa melewati jalan terjal itu, mereka harus memodifikasi motor yang mereka gunakan, seperti ban motor di kelikingi rantai agara ban tidak licin saat melewati jalan menanjak dan berlumpur.

Para petugas pantarli ini harus melewati jalan rusak sejauh 8 Kilometer untuk bisa tiba di tujuan, hal itu dilakukan lantaran Sejumlah warga memilih tinggal di kebun dan harus didatangi satu per satu untuk mencocokan data pemilih.

Kondisi ini diperparah wilayah ini sedang musim hujan yang membuat kondisi jalan berlumpur dan membahayakan. Dalam pemutakhiran data ini, Pantarlih di desa ini akan mencoklit 720 jiwa yang masuk Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan atau DP4.

Meski demikian, para Pantarlih ini tak gentar dan pantang menyerah demi menyukseskan Pemiihan Gubernur – Wakil Gubernur Subar dan Pemlihan Bupati – Wakil Bupati Majene pada 27 November 2024 mendatang.

Petugas Pantarli, Muliadi mengatakan, pihaknya harus melewati jalan tanah berlumpur ini sejauh 7 sampai 8 kilometer dengan waktu tempuh berjam-jam untuk bisa mencocokkan data pemilih.

“Jadi kalau ditanya soal perjuangan kita ketahui bahwa di Desa Popenga ini adalah Desa paling ujung perbatasan antara kabupaten Majene dengan kabupaten Mamasa jadi kita sudah bisa bayangkan bagaimana perjuangan pantarlih di daerah-daerah terpencil, karena di dalam satu TPS itu ada beberapa dusun, ada juga dalam dusun domisili itu berada di dusun lain untuk bekerja di kebun dan sebagainya sehingga kami harus mendatangi satu persatu ke kediaman sementaranya,” kata Muliadi.

Menurutnya, salah satu kendala untuk melakukan pencocokan data pemilih di wilayah tersebut selain warganya tinggal di dalam hutan mereka juga terkendala akses jalan yang sulit dilalui kendaraan.

“Kendala kami ini karena sekarang ini musim hujan, jadi seperti video yang viral di Facebook atau YouTube, kendala kami itu akses jalan yang bukan lagi parah tapi sangat parah sehingga, jadi kami menambah rantai di ban motor bagian belakang karena kita melewati lumpur yang sangat luar biasa sehingga harus membuat motor itu mendesain ban motor itu sehingga bisa dilewati,” ujarnya.

Ia menjelaskan, pihaknya harus berjuang melewati jalan rusak sejauh 8 km dengan waktu tempu sekitar 4 jam.

“Pemilihan di coklit pertama ada 8 KK yang ada di sana, kemudian ada juga dua kk, jadi mereka ini warga yang berdomisili di TPS 4 itu ya sementara tinggal di dusun tertentu karena sementara bekerja di kebun,” jelasnya.