“Mendukung calon tertentu dengan harapan dukungannya dapat terpilih dan dapat promosi jabatan, sementara tidak mendukung, karir seorang ASN bisa tersendat, inilah dilema dalam kasus netralitas ASN dalam berbagai gelaran pemilu atau pilkada,” tutur Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI 2017-2022 ini.

Lanjut pria kelahiran Makassar, 17 September 1971 itu menerangkan, Netralitas ASN selalu menjadi salah satu isu hangat dalam penyelenggaraan Pemilihan. Sumber daya manusia yang dimiliki ASN atau dalam administrasi disebut birokrasi merupakan potensi strategis yang diharapkan bagi para calon/peserta pemilihan untuk mendulang suara sehingga akan ada timbal balik.

“ASN memiliki kekuasaan yang dapat dimanfaatkan, melakukan keberpihakan kepada calon tertentu untuk mengejar suatu jabatan, dan ini sangat berbahaya karena bersentuhan langsung dengan pelayanan publik. Pelayanan terhadap masyarakat bisa tidak maksimal karena perbedaan pandangan politik,” terangnya.

Selain itu, Muhammad juga membeberkan lima besar tren pelanggaran Netralitas ASN dalam penyelenggaraan pemilu maupun Pilkada. Pertama, pemberian dukungan terhadap pasangan calon peserta pemilu maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui media sosial menjadi tren tertinggi.

Berikutnya, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon. Kemudian, melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan.

Keempat, menghadiri deklarasi bakal calon/calon peserta pilkada. Terakhir, melakukan pendekatan ke partai politik terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/peserta pemilu atau pilkada.