Munir mengaku tidak dapat berbuat banyak untuk biaya pengobatan, Upah diperoleh sebagai buruh pembuat batu merah juga terkadang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Bahkan rumah layak sebelumnya ia tempati telah dijual untuk membiayai pengobatan kedua anaknya ini.
“Kami sudah upayakan tapi dana belum cukup jadi kami setop, bahkan kami sudah jual rumah yang ada di kuajang lemo untuk pengobatan namun tidak mencukupi juga, jadi sekarang sudah mundur, pasrah saja,” kata Munir, Sabtu (5/7/2024).
Menurutnya, uang hasil jual rumahnya sudah habis untuk biaya pengobatan anaknya, sebagian disisihkan membeli sepetak lahan dan belum lunas sampai saat ini. Sehingga ia membangun gubuk untuk di tempati bersama keluarganya.
“Sekarang saya hanya bekerja jadi tukang batu untuk kebutuhan sehari-hari, saya pindah kesini untuk mendekati pekerjaan karena kalau jauh saya jadi tidak bisa kerja jadi saya bikin gubuk disni dan ini juga yang jadi rumah, karena sudah tidak ada yang lain, ini pun menumpang di lahannya orang,” ujarnya.
Ia menjelaskan sengaja belum memindahkan status kependudukannya dari Desa Kuajang ke Desa Banato Rejo, karena khawatir kehilangan bantuan sosial jika status kependudukannya dipindahkan.
“Ada bantuan dari pemerintah seperti bantuan beras 10 kilogram dan bantuan BPNT, pernah mengajukan bantuan untuk pengobatan anak saya tapi kurang di tanggapi. Saya pernah bertanya apakah ada bantuan untuk anak cacat seperti ini, kata mereka ada namun tidak ada juga sampai sekarang,” jelasnya.