IDENTITAS.CO.ID, JAKARTA – Prajogo Pangestu menjadi orang terkaya nomor satu di Indonesia saat ini. Pemilik Grup Barito Pacific ini menggeser posisi Low Tuck Kwong, hingga Robert Budi Hartono dan Michael Hartono (Duo Hartono).

Berdasarkan data The Real Time Billionaires List dari Forbes, dikutip identitas.co.id pada Minggu (12/11/2023) pagi, Prajogo mengoleksi kekayaan bersih sebesar US$ 38,7 miliar atau Rp 607,3 triliun.

Adapun Low Tuck Kwong – sang pengendali PT Bayan Resources Tbk (BYAN) harus turun posisi dua orang terkaya di Indonesia pada list Forbes dengan kekayaan bersih US$ 26,5 miliar (Rp 415,8 triliun).

Sedangkan dua bersaudara Robert Budi Hartono  dan Michael Hartono secara berurutan menempati posisi tiga dan empat. Robert Budi Hartono memiliki kekayaan bersih US$ 24,3 miliar atau Rp 381,3 triliun dan Michael Hartono US$ 23,3 miliar atau Rp 365,6 triliun. Keduanya merupakan pemilik Grup Djarum dan pemegang saham mayoritas PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)/BCA.

Dengan jumlah kekayaan bersihnya Rp 607,3 triliun, menjadikan Prajogo Pangestu berada di nomor 30 orang terkaya di dunia. Mengungguli harta mantan istri Jeff Bezos, yakni MacKenzie Scott di nomor 31 dengan kekayaan bersih US$ 38,5 miliar.

Prajogo Pangestu yang kini berusia 79 tahun merupakan pendiri Grup Barito Pacific dan menjabat komisaris utama PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sejak 1993.

Berdasarkan Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: A Biographical Dictionary (2012) milik Suryadinata, dikutip melalui majalah Fortune Indonesia, Prajogo mengadu nasib ke Jakarta pada awal 1960-an. Saat itu, dia hanya berbekal pengalaman membantu ayahnya sebagai pengumpul getah karet sekaligus penjahit, dan juga ijazah SMP.

Sewaktu kecil, kondisi ekonomi membuat Prajogo kesulitan meraih pendidikan formal. Dirinya baru bisa masuk sekolah dasar pada usia 9 tahun di Bengkayang, Kalimantan Barat, yang juga merupakan tempat kelahirannya. Kondisi ekonomi juga yang memaksa Prajogo kerja paruh waktu untuk dapat lulus SMP.

Setelah lulus, Prajogo sempat menjalankan usaha kecil di kampung halaman. Pria kelahiran 1944 ini lalu bertolak ke Jakarta karena tak puas. Dia mencoba berbisnis emas dengan saudaranya, tetapi nasib terpaksa membawanya kembali pulang kampung. Kemudian, Prajogo bekerja sebagai sopir angkutan rute Singkawang-Pontianak. Ia lalu berdagang aneka kebutuhan.

Harapan terbesar dalam hidupnya terjadi saat mengenal Burhan Uray, pendiri Djajanti Group pada akhir 1960-an. Dia bekerja kepada taipan kayu itu sampai dipercaya menjadi general manager PT Nusantara Plywood, entitas Djajanti, di Surabaya pada 1976.

Setelah itu, Prajogo lalu mendirikan CV Pacific Lumber Company pada 1977, yang kemudian berubah namanya menjadi PT Barito Pacific Timber Company. Adapun PT Barito Pacific Tbk kini telah menjadi perusahaan dengan bisnis terdiversifikasi, di antaranya melalui PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) sebagai produsen petrokimia, dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang adalah holding penghasil tenaga geotermal atau panas bumi terbesar ketiga di dunia berdasarkan kapasitas terpasang.

Lesatan kekayaan bersih Prajogo Pangestu sejalan dengan kenaikan harga saham emiten-emiten yang dikendalikannya, yaitu PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), sampai dengan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).

Dalam tiga bulan terakhir, saham BRPT +50,64% dan saham TPIA +43,54%.

Sementara itu, Barito Renewables Energy (BREN) baru listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) per 9 Oktober 2023. Perseroan melaksanakan initial public offering (IPO) di Rp 780 per saham. Sedangkan harganya kini Rp 5.225. Yang berarti saham tersebut sudah melayang 569,87% dari IPO.

Per 10 November, kapitalisasi pasar atau market cap Barito Renewables Energy tembus Rp 699 triliun atau di nomor 3, setelah market cap BBCA Rp 1.077 triliun di nomor 1 dan market cap BBRI di nomor 2 Rp 761 triliun.

Sedangkan, Petrindo Jaya Kreasi mencatatkan sahamnya dengan kode CUAN di BEI per 8 Maret 2023. (***)