Sewaktu kecil, kondisi ekonomi membuat Prajogo kesulitan meraih pendidikan formal. Dirinya baru bisa masuk sekolah dasar pada usia 9 tahun di Bengkayang, Kalimantan Barat, yang juga merupakan tempat kelahirannya. Kondisi ekonomi juga yang memaksa Prajogo kerja paruh waktu untuk dapat lulus SMP.

Setelah lulus, Prajogo sempat menjalankan usaha kecil di kampung halaman. Pria kelahiran 1944 ini lalu bertolak ke Jakarta karena tak puas. Dia mencoba berbisnis emas dengan saudaranya, tetapi nasib terpaksa membawanya kembali pulang kampung. Kemudian, Prajogo bekerja sebagai sopir angkutan rute Singkawang-Pontianak. Ia lalu berdagang aneka kebutuhan.

Harapan terbesar dalam hidupnya terjadi saat mengenal Burhan Uray, pendiri Djajanti Group pada akhir 1960-an. Dia bekerja kepada taipan kayu itu sampai dipercaya menjadi general manager PT Nusantara Plywood, entitas Djajanti, di Surabaya pada 1976.

Setelah itu, Prajogo lalu mendirikan CV Pacific Lumber Company pada 1977, yang kemudian berubah namanya menjadi PT Barito Pacific Timber Company. Adapun PT Barito Pacific Tbk kini telah menjadi perusahaan dengan bisnis terdiversifikasi, di antaranya melalui PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) sebagai produsen petrokimia, dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang adalah holding penghasil tenaga geotermal atau panas bumi terbesar ketiga di dunia berdasarkan kapasitas terpasang.

Lesatan kekayaan bersih Prajogo Pangestu sejalan dengan kenaikan harga saham emiten-emiten yang dikendalikannya, yaitu PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), sampai dengan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).

Dalam tiga bulan terakhir, saham BRPT +50,64% dan saham TPIA +43,54%.

Sementara itu, Barito Renewables Energy (BREN) baru listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) per 9 Oktober 2023. Perseroan melaksanakan initial public offering (IPO) di Rp 780 per saham. Sedangkan harganya kini Rp 5.225. Yang berarti saham tersebut sudah melayang 569,87% dari IPO.