IDENTITAS.CO.ID, MAKASSAR – Masa kolonisasi merupakan salah satu pembabakan penting yang tidak dapat dipisahkan dalam sejarah perjalanan Kota Makassar. Pada masa ini banyak bangunan-bangunan yang didirikan oleh bangsa Belanda selama menjalankan misi kolonisasi.

Bangunan-bangunan itu selanjutnya menjadi kajian Arkeologi. Dalam konteks Arkeologi bangunan tersebut dikategorikan sebagai unmovable object atau artefak yang tidak dapat dipindahkan.

Berikut perkembangan fisik Kota Makassar dalam perspektif Arkeologi sebagaimana disadur identitas.co.id dalam sebuah penelitian berjudul : “Pola Penempatan Bangunan Kantor Pemerintahan Kolonial Belanda di Kota Makassar”

Kota Makassar Akhir Abad 17 Hingga Awal Abad 18

Perkembangan fisik Kota Makassar sebagai kota kolonial bermula di Benteng Rotterdam pada akhir abad ke-17. Belanda menjadikan benteng tersebut sebagai tempat pemukiman sekaligus sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pertahanan.

Pemilihan benteng sebagai pusat aktifitas, tidak lain karena faktor keamanan untuk melindungi diri dari serangan secara langsung. Untuk memperkuat struktur benteng, selanjutnya dilakukan perombakan besar-besaran pada tahun 1673 dimana dinding benteng diperkuat dengan batu setebal 2 meter dan tinggi tujuh meter.

Di dalam benteng kemudian dibangun arsitektur bergaya Eropa setelah bangunan lama dirombak dan diratakan dengan tanah.

Benteng Rotterdam pada masa ini merupakan bangunan megah dan tempat pemukiman bagi para pejabat tinggi Pemerintah Belanda. Di dalam benteng terdapat beberapa unit bangunan antara lain gereja, gudang mesiu, kediaman gubernur, kantor gubernur, balai kota, kediaman pendeta, kantor kepala bagian perdagangan, kantor pusat perdagangan, barak militer dan gudang.

Keadaan ini sekaligus menegaskan kehidupan dalam benteng (intra muros) merupakan awal pembentukan kota Makassar secara fisik sebagai kota kolonial pada masa pemerintahan Belanda.

Selain bentuk pemukiman yang terpusat di dalam benteng, sekitar abad ke-17 telah terbentuk pula fisik Kota Makassar dengan jalan-jalan lurus, sejajar dengan garis bibir pantai dan membujur arah selatan.

Empat jalan utama yang membujur, paling barat adalah Cinastraat (Passerstraat) atau sekarang Jalan Nusantara, Templestraat atau sekarang Jalan Sulawesi, Middlestraat atau sekarang Jalan Bonerate dan Burgherstraat atau sekarang Jalan Jampea.

Sementara itu, di kawasan Vlaardingen pola pemukiman yang terbentuk mempunyai pola Medieval (bentuk-bentuk rumah berpagar tinggi dan tanpa halaman depan). Pada pemukiman ini terdapat jalan utama yang melintang timur-barat disebut dengan Hoogepad atau sekarang dikenal dengan Jalan Jendral Ahmad Yani, dimana pada ujung jalan ini terdapat benteng kecil Vredenburg sebagai benteng pengawas dari arah timur.

Benteng Vredenburg dikelilingi parit yang berasal dari kanal yang terhubung langsung dengan laut. Perkembangan terpenting lainnya pada abad ke-17 ini adalah terbentuknya poros jalan dari Benteng Vredenburg ke arah selatan, Gowa.

Kota Makassar Awal Abad 18 Hingga Akhir Abad 19

Awal abad ke-18 hingga akhir abad ke-19 keadaan keadaan politik di Makassar mulai aman. Sejalan dengan hal ini, perkembangan bangunan-bangunan kolonial tidak lagi terbatas pada kehidupan di dalam benteng (intra muros) tapi lebih pada kehidupan ke luar benteng (extra muros).

Ini terlihat dengan dipindahkannya beberapa unit bangunan ke luar benteng. Seperti pembangunan kediaman gubernur Belanda pada tahun 1885 dan Gereja Protestan Immanuel tahun 1885 di bagian timur Benteng Rotterdam.

Pembangunan lainnya yaitu Lapangan Koningsplein (sekarang karebosi), terletak di tengah-tengah kota. Bagian utara Konigsplein, terdapat tiga bangunan yaitu gedung Stadhuis (Balaikota), Gevangnis (penjara) dan Gerechtsplaats (pengadilan), sedangkan di sisi selatan Koningsplein terdapat gedung pertemuan milik Club Soramus (sekarang tepatnya Jalan Kajaolalido) serta Schietterrein Voor Invanterie. Terdapat pula sekolah bernama Schoolgebouw, dimana pada tahun 1934 diganti dengan bangunan baru bernama Sekolah Frater.

Struktur Kota Makassar tidak banyak mengalami perubahan hingga awal abad ke-19. Di sekitar Benteng Rotterdam menjadi lingkungan ekslusif orang Belanda, adapun Vlaardingen keadaannya tampak mengalami kemajuan dengan bangunan yang sebagian besar dari batu.

Sementara Kampung Baru, Kampong Melayu dan daerah pinggiran kota kebanyakan bangunan terbuat dari kayu dan bambu.

Memasuki akhir abad ke-19 pemerintah Belanda mendirikan beberapa bangunan penting seperti rumah sakit (sekarang bernama Rumah Sakit Pelamonia) di bagian tenggara Koningsplein, Oliefabrik (pabrik minyak) di Matjiniajo bagian utara Koningsplein, Ysfabriek (pabrik es) dan Gasfabriek (pabrik gas) di sebelah timur Koningsplein.

Sementara itu, Vlaardingen mengalami pergeseran dan berkembang menjadi Kampung Cina (Pecinan) dengan bangunan berpola campuran Medieval dan Tionghoa dengan rumah-rumah berpagar tinggi, tanpa halaman depan. Beberapa bukti peninggalannya adalah Vihara Ibu Agung Bahari/Thian Ho Kong (1738) yang terletak di Jalan Sulawesi, Rumah Abu Famili Nio (pertengahan abad ke-18), Klenteng Kwan Kong (1810-an), Klenteng Siang Ma Kiang (1860), rumah leluhur Marga Thoeng dan rumah abu Thoeng Abadi (1898).

Sarana penting lainnya juga dibangun bagi penduduk lokal, yaitu pelabuhan Paotere. Dekat dengan Paotere terdapat Landhuis Patingaloang, sebuah bangunan tempat tinggal.

Selain pembangunan fisik kota, pemerintah Belanda juga membangun taman untuk penghijauan kota. Beberapa taman tersebut seperti Prins Hendrik Plein di utara Benteng Rotterdam dan Kerkplein di timur Benteng Rotterdam. Di sisi timur Prins Hendrik Plein terdapat Juliana Park dilengkapi dengan Muziekkoppel (gardu musik) dan sebuah tugu peringatan bernama Celebes Monument (sekarang berada di pekarang Benteng Rotterdam).

Kota Makassar Akhir Abad 19 Hingga Awal Abad 20

Kota Makassar pada periode ini telah menjadi daerah otonom dengan nama Gemeente Van Makassar pada tanggal 12 Maret 1906 berdasarkan Stadblad No. 17 yang secara resmi digunakan pada tanggal 1 April 1906.

Perubahan status ini berdampak pada semakin banyaknya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda. Beberapa diantaranya adalah bangunan pemerintahan seperti gedung CKC pada tahun 1910 dan gedung Balai Kota atau Gemeentehuis pada tahun 1918 sebagai kantor gubernur yang baru setelah sebelumnya bertempat digedung CKC.

Terdapat pula pembangunan gedung Societeit de Harmonie pada tahun 1896 sebelum status Makassar menjadi Gemeente.Pembangunan lainnya terjadi di Hoogepad. Di Hoogepad terdapat apotik yang bernama Rathkamp (1920) dan percetakan NV. OGEM (1920-an).

Sementara untuk sarana pendidikan yang tersebar di Kota Makasar diantaranya sekolah bagi orang-orang Eropa; Eerste Europeesche Loger School (1910), Frobel School 1 (1920), Arens School (1928) dan MENALIA (1934). Sekolah untuk orang-orang pribumi serta etnik lain; OSVIA (1910), Kweekschool voor Inlandsche Schepelingen te Makassar (1915), Hollandsche Inlandsche School (1920), Mulo (1927) bagi pribumi dan Holland Chinese School (1907), sekolah Kwan Bun (1920), sekolah Loen Djie Tong (1930-an) bagi orang-orang Cina serta Eerste Ambonsche School (1906) bagi etnik Ambon.

Terdapat pula sekolah untuk laki-laki yang akan dididik menjadi pastor (Katholike Sociale Bond) (1940).

Selain membangun fasilitas pendidikan, juga dibangun Raad van Justitie (1915) sebagai kantor pengadilan. Untuk sarana kesehatan yaitu Krankzinning Gestricht (Rumah Sakit Jiwa) (1920-an), Rumah Sakit Stella Maris (1938) dan Rumah Sakit Bersalin Tionghoa (1938).

Bangunan lainnya diantaranya adalah Hamente Waterleiding (1920), Post Cantoor (1925), Landrente(1940-an), dan Post en Telegraf Cantoor(1940).

Di pelabuhan terdapat berbagai kantor, gudang dan toko yang menyatu dengan hunian. Bangunan-bangunan di kawasan ini diantaranya Koninklijk Paketvaart Maatschaapij (KPM) (perusahaan pelayaran Belanda), Bataafsche Petroleum Maatshchappij (BPM) (perusahaan minyak Belanda), Standard Oil, SM Ocean (perusahaan pelayaran), Stomvaart Maatshchappij Nederland dan gedung Javasche Bank (1915) (bank terbesar pada zaman Belanda).

Adapun gudang yang dibangunan di kawasan ini diantaranya yang dikenal dengan Gudang Mascapai (1920), gudang beras (1920), dan Tjian Rijan & Co. (1920).

Awal abad 20, pada tahun 1939 dibangun Kantor Gubernur yang megah untuk menggantikan kantor gubernur sebelumnya, tepatnya di ujung barat Hoogepad. Kawasan Hoogepad berkembang sebagai daerah ekslusif dengan berbagai fasilitas mewah seperti Empress Hotel dan Grand Hotel sebagai hotel terbesar waktu itu, yang berdampingan Luxor (bioskop). Kawasan ini juga dibangun taman diantaranya Kerkplein dan Julianaplein.

Perkembangan kota yang makin melebar menyebabkan fasilitas militer mengalami pergeseran yang pada awalnya dipusatkan di Fort Rotterdam beralih ke selatan kota. Hal ini ditandai dengan dibangunnya kompleks militer ke selatan kota (Jln. Rajawali sekarang) sekitar tahun 1915. Selain itu sekitar kediaman gubernur di selatan Koningsplein juga dibangun kompleks perumahan bagi perwira militer Belanda sekitar tahun 1930-an.