IDENTITAS.CO.ID, AFRIKA – Teodoro Obiang Nguema Mbasogo mengukuhkan posisinya sebagai presiden terlama di dunia setelah memenangkan pemilihan ulang untuk masa jabatan keenam di Afrika Barat.

Teodoro Obiang memperoleh hampir 95 persen suara dari 98 persen suara yang terhimpun, menurut pengumuman enam hari setelah pemungutan suara sebagaimana dilansir DW pada Minggu (27/11/2022).

Dua kandidat lawan, Andres Esono Ondo dan Buenaventura Monsuy Asumu, masing-masing memperoleh sekitar 9.700 dan 2.900 dari sekitar 413.000 suara di Guinea Ekuatorial.

Partai Demokrat Equatorial Guinea (PDGE) yang dipimpin Obiang juga memenangkan semua kursi di Majelis Nasional dan Senat.

Teodoro Obiang Presiden abadi

Negara Afrika Barat berpenduduk sekitar 1,5 juta orang itu hanya memiliki dua presiden sejak merdeka dari Spanyol pada 1968.

Obiang menggulingkan pamannya Francisco Macias Nguema dalam kudeta pada 1979. Dia sudah memerintah selama lebih dari 43 tahun, dan pemilihannya kembali mengukuhkan posisinya sebagai kepala negara yang paling lama memerintah di dunia, tidak termasuk raja.

Pria berusia 80 tahun itu tidak pernah secara resmi terpilih kembali dengan kurang dari 93 persen suara.

Di Guinea Ekuatorial hanya ada satu partai oposisi yang sah, sementara Obiang memiliki kontrol politik yang nyaris total.

Kelompok hak asasi menuduhnya membungkam perbedaan pendapat dan menindak lawan. Protes sebagian besar dilarang, media dikontrol dengan ketat, dan lawan politik sering ditangkap dan disiksa, menurut para kritikus.

Kekayaan minyak dan korupsi

Penemuan minyak lepas pantai pada pertengahan 1990-an mengubah Guinea Ekuatorial menjadi negara terkaya ketiga di Afrika sub-Sahara, dalam hal pendapatan per kapita pada 2021.

Namun, kekayaan tetap terkonsentrasi di tangan beberapa pihak dengan kemiskinan masih merajalela.

Negara ini juga memiliki reputasi korupsi, menempati peringkat 172 dari 180 negara pada Indeks Persepsi Korupsi 2021 Transparency International.

Putra presiden, Wakil Presiden Teodoro Nguema Obiang Mangue, yang dilihat oleh pengamat sebagai calon penerus, dihukum karena penggelapan oleh pengadilan Perancis pada 2020.

Meski begitu, keluarga Obiang membantah dia melakukan kesalahan.