IDENTITAS.CO.ID, MUNA – “Sudah tidak ada lagi yang bermain sepak raga di muna. Tinggal beberapa orang saja yang tersisa, yang pintar”. Begitu bahasa yang diungkapkan La Mondo disela-sela kunjungan silaturahim saya di rumahnya, di Kampung Tongkuno Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Dia bercerita masih banyak budaya Muna sebetulnya yang belum dikenal terutama anak muda sekarang atau bahkan sudah tenggelam. Salah satu budaya yang belum banyak diketahui adalah bermain raga. Berulang kali soal ini saya tanyakan ke beliau, dan menurut dia, tradisi ini sudah dimainkan oleh kakek moyangnya sejak dulu.
Dulu tidak sembarang orang bisa memainkan, biasanya permainan raga dibarengi dengan gaya bermain silat Muna. Dia mengisahkan bahwa, ketika muda, ia sudah pintar bermain raga, kira-kira antara tahun 1940-1950, kala itu ia masih bersekolah di Sekolah Rakyat (SR).
“Kota Raha waktu itu tidak seperti sekarang, masih sunyi. Lapangan bermain raga waktu itu ada di Kantor Daerah lama yang sekarang, tidak jauh dari pelabuhan kota. Jadi setiap hari Jum’at pagi kita sudah berkumpul di sana, dan bermain raga”, katanya.
Permainan ini biasanya dimainkan 6 atau 4 orang pemain, tergantung tempatnya, luas atau sempit. Dia menceritakan, bahwa permainan raga juga mengandung unsur bahaya, selain seni bermain. Ditahun antara 1930-1940, pernah terjadi perkelahian, berujung dengan penikaman. Cuma karena persoalan malu dan salah paham ditengah-tengah penonton yang kebanyakan perempuan.
Kini dia sudah berusia tua. Fisiknya sudah tidak sekuat 20 tahun yang lalu yang masih bisa bermain dan masih bisa mengajarkan permainan sepak raga.
Dia menyarankan, bahwa masih ada satu orang yang bisa bermain raga saat ini di Muna, yaitu di Kabupaten Muna Barat yang tidak lain adalah ponakannya sendiri. Sebagai tokoh adat, La Mondo juga berpesan agar pentingnya anak-anak muda untuk menggali kembali nilai-nilai positif yang terkait dengan budaya atau tradisi Orang Muna, dicari dan diperkenalkan supaya kita menjadi besar. Dan pemerintah mestinya menjadikan catatan soal ini, sebelum “Raga” benar-benar mati dan terlupakan.